Pendukung ctl kelompok 5

Pendukung CTL 

2.1 Teori Pendukung CTL

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara meteri yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Hasil atau prestasi belajar peserta didik tidak hanya dilihat dari tampilan kuantitatif, melainkan dilihat dari sisi kualitas penguasaan dan aplikasinya dalam kehidupan yang nyata. Dengan skema konseptual yang seperti itu, hasil pembelajaran bukan sekedar wacana melangit, akan tetapi merupakan hal yang harus membumi dan lebih bermakna bagi siswa.

CTL adalah salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh The Washington State Consortium  for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatan dari konsorsium tersebut adalah melatih dan memberi kesempatan kepada para guru dari enam propinsi di Indonesia untuk mempelajari pendekatan kontekstual di Amerika Serikat (Priyatni,2002:1).

Johnson (dalam Nurhadi, 2002:12) merumuskan pengertian CTL sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL, akan  menuntun siswa ke semua komponen utama CTL, yaitu melakukan  hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara atau merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian sebenarnya.

Pendekatan CTL menurut Suyanto (2003:2) merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dalam berbagai macam mata pelajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.

2.2 Karakteristik Pembelajaran Berbasis Contextual

Sofyan dan Amiruddin (2007: 16)  mengemukakan bahwa karakteristik pembelajaran CTL yaitu:

1)      kerjasama

2)      saling menunjang

3)      menyenangkan tidak membosankan

4)      belajar dengan bergairah

5)      pembelajaran terintegrasi

6)      menggunakan berbagai sumber

7)      peserta didik aktif

8)      sharing dengan teman

9)      peserta didik kritis dan kreatif.

2.3 Komponen-komponen CTL

Ditjen Dikdasmen (dalam komalasari, 2011: 11-12) menyebutkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yaitu:

a. Konstruktivisme (constructivisme)

Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

b. Menemukan (inquiry)

Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, melainkan hasil dari menemukan sendiri melalui siklus: (1).observasi (observation), (2) bertanya (questioning), (3) mengajukan dugaan (hiphotesis), (4) pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclussion).

c. Bertanya (questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bagi guru bertanya dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa bertanya merupakan bagian penting dalam melakukan inquiri, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

d. Masyarakat belajar (learning community)

Hasil belajar diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok –kelompok belajar.

e. Pemodelan (modelling)

Dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru. Guru dapat menjadi model, misalnya memberikan contoh cara mengerjakan sesuatu. Tetapi guru bukan satu-satunya model, artinya model dapat dirancang melibatkan siswa.

f. Refleksi (reflection)

Cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

g. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)

Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan semata hasil, dan dengan berbagai cara. Penilaian dapat berupa penilaian tertulis (pencil and paper test) dan penilaian berdasarkan perbuatan (performance based assessment), penugasan (project), atau portofolio (portfolio).

 

2.4  Kelebihan dan Kekurangan CTL

v  Kelebihan:

 

1. Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga Siswa dapat memahami nya.

2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran CTL menuntut siwa menemukan sendiri bukan untuk menghafalkan

3. Menumuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang di pelajari

4. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang telah di pelajari dengan bertanya kepada pada guru.

5. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerja sama kepada teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada

6. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran.

v  Kelemahan:

1. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran,tidak mendapat kan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri

2. Membutuhkan waktu yang lama dalam pelaksanaannya

3. Pengetahuan yang didapatkan oleh masing-masing siswa akan berbeda dan tidak merata

4. Tidak semua siswa mampu dengan mudah menyesuaikan diri dengan model pembelajaran yang satu ini

5. Siswa yang tertinggal pemahamannya akan sulit mengejar ketertinggalannya atas siswa yang lain.

2.5 Penerapan CTL dalam Mata Pelajaran Matematika 

Contoh Skenario Pembelajaran CTL

·         Materi ;  Jaring-jaring Bangun Ruang

·         Sub materi : Jaring-jaring Balok

·         Model : Pembelajaran Kooperatif

·         Pendekatan : Contextual Teaching And Learning (CTL)

·         Metode : Diskusi Kelompok, Tanya jawab, dan Pemberian tugas

·         Masalah kontekstual : Permasalahan di kehidupan nyata terkait dengan jaring-jaring balok ( benda batu bata )

Langkah I : Konstruktivisme (constructivisme)

Tahapan ini siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.

-          Guru membimbing dan mengidentifikasi benda-benda di sekitar yang berkaitan dengan materi, yaitu benda batu bata

-          Siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari (Konstruktivisme (constructivisme))

-          Guru mengidentifikasi hasil konstruksi siswa dengan penjelasan singkat

 

Langkah II : Bertanya (questioning)

Tahapan tanya jawab yang dilakukan siswa dan guru sebagai umpan balik pengetahuan dan pemberian kesempatan kepada siswa untuk berpikir kritis.

-          Guru memberi peluang kepada siswa untuk bertanya tentang hal yang belum dipahami

(Bertanya (questioning))

 

Langkah III : Menemukan (inquiry)

Tahapan ini didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir sistematis

-          Guru memberikan contoh bangun ruang balok

-          Siswa diminta untuk mengamati dan menggambarkan jaring-jaring balok

 (Menemukan (inquiry))

 

Langkah IV : (learning community)

Tahapan ini adalah pembelajaran yang diperoleh dengan bekerja sama

-          Guru membagi kelompok yang berisikan 3-4 siswa

(Masyarakat belajar (learning community))

-          Guru membimbing dan mengawasi jalannya diskusi mengenai persoalan yang diberikan yaitu mengamati gambar balok dan menggambarkan jarring-jaring nya

-          Guru membimbing penyelidikan agar mendorong siswa dalam pengumpulan informasi yang relevan hingga mendapat hasil untuk pemecahan masalah

-          Guru meminta saah satu perwakilan siswa maju kedepan untuk mempresentasikan hasil gambar jaring-jaring dan kelompok lain menanggapinya

 

Langkah V : . Pemodelan (modelling)

Tahapan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa dan untuk mempermudah

-          Guru memberikan contoh atau model bentuk jaring-jaring balok (Pemodelan (modelling))

 

Langkah VI : Refleksi (reflection)

Tahapan guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari sehingga dapat menyimpulkan

-          Guru meminta siswa mengidentifikasi benda di sekitar yang berbentuk balok kemudian mendefinisikan apa itu jaring-jaring balok

 

Langkah VII : Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)

Tahapan penilaian untuk mengetahui kepahaman siswa

-          Guru memberi nilai pada kelompok yang sudah menemukan bentuk jaring-jaring balok dan telah mempresentasikannya di depan  (Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment))

 

-          Guru memberikan soal kepada masing-masing individu untuk mengetahui apakah sudah paham tentang materi hari ini.( Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment))

Postingan Populer